Blogger Template by Blogcrowds.

Takeda Shingen (1 Desember 1521 atau 3 November tahun pertama era Daiei  13 Mei 1573 atau 12 April tahun ke-14 era Genki) atau dikenal sebagai Takeda Harunobu adalah daimyo zaman Sengoku dari provinsi Kai.
Takeda Shingen dilahirkan sebagai putra sah pewaris klan Takeda yang secara turun temurun menjabat shugo di Kai. Setelah berhasil menaklukkan provinsi tetangga Shinano, Takeda Shingen bertarung melawan musuh besarnya Uesugi Kenshin dalam Pertempuran Kawanakajima. Takeda Shingen terus memperluas wilayah kekuasaan hingga mencakup provinsi Kai, Shinano, Suruga, Kōzuke, Tōtōmi, berikut sebagian wilayah Mikawa dan Mino. Takeda Shingen dikabarkan meninggal karena sakit di tengah perjalanan untuk menaklukkan Kyoto.
Shingen merupakan nama kaimyō sedangkan Harunobu merupakan nama kehormatan. Nama resmi yang diberikan kaisar adalah Minamoto no Harunobu.


Dalam pertempuran, Takeda Shingen yang dijuluki "Harimau dari Kai" mengibarkan bendera perang yang disebut Fūrinkazan. Pasukan berkuda yang dipimpin Takeda Shingen merupakan pasukan kavaleri terkuat di zaman Sengoku. Pada zaman Taishō, Shingen secara anumerta menerima jabatan Jusan-i yang berkedudukan tiga tingkat di bawah jabatan perdana menteri.
Takeda Shingen meninggalkan buku jurnal dan strategi militer berjudul "Kōyō gunkan" yang di dalamnya tertulis pesan terakhir yang berbunyi "Ashita wa seta ni hata o tateyo" Seta adalah tempat di bagian selatan danau Biwa yang menurut pandangan orang pada zaman itu merupakan pintu gerbang ke Heian kyō. Menurut catatan lain, Takeda Shingen dalam pesan terakhirnya meminta para pengikutnya untuk merahasiakan kematian dirinya selama 3 tahun.
Puisi kematian yang ditulis Shingen berbunyi Taiteiwa, chi ni makasete, kikotsu eshi, kōfun o nurazu, mizukara fūryū Lokasi makam Takeda Shingen di kuil Erinji (sekarang terletak di kota Kōshū, Prefektur Yamanashi).
Pertempuran Kawanakajima
Pada tahun 1553, pasukan Nagao (Uesugi Kenshin) tiba untuk menolong pasukan Yoshikiyo dan menggelar pasukan di Kawanakajima (sekarang kota Nagano) untuk menghadang pasukan Takeda yang sudah memasuki dataran Zenkōjidaira (lembah Nagano). Bentrokan bersenjata yang terjadi antara pasukan Takeda dan pasukan Nagao terkenal sebagai Pertempuran Kawanakajima tahap pertama. Pertempuran sempat terhenti tapi kemudian pecah secara berulang-ulang hingga 5 kali (tahun 1553, tahun 1555, tahun 1557, tahun 1561, tahun 1564).
Harunobu menggunakan segala upaya untuk menghadapi Uesugi Kenshin, antara lain dengan mengawinkan putranya yang bernama Takeda Yoshinobudengan putri dari Imagawa Yoshimoto. Anak perempuan Harunobu juga dikawinkan dengan putra pertama Hōjō Ujiyasu yang bernama Hōjō Ujimasa agar bisa bersekutu dengan Hōjō Ujimasa. Klan Imagawa dan klan Hōjō juga menjalin persekutuan dengan bantuan klan Takeda yang berperan sebagai penengah. Persekutuan ini disebut Persekutuan Tiga Negara Kōsōsun. Pada tahun 1555 pecah Pertempuran Kawanakajima yang kedua kali tanpa ada pihak yang kalah atau menang. Kedua belah pihak mundur berkat klan Imagawa yang bertindak sebagai penengah.
Pada tahun 1559, Harunobu memutuskan untuk menjadi pendeta Buddha dan mengganti namanya menjadi Shingen. Pada tahun 1561 pecah Pertempuran Kawanakajima yang ke-4 kali antara pasukan Takeda dan pasukan Uesugi. Pertempuran ini merupakan pertempuran terbesar yang memakan korban tewas di kedua belah pihak hingga 6.000 prajurit. Pasukan Takeda kehilangan tokoh-tokoh seperti Takeda Nobushige (adik laki-laki Shingen) Murozumi Torasada dan Yamamoto Kansuke. Lembah Kawanakajima menjadi tempat pelampiasan dendam kedua belah pihak.
Takeda Shingen kemudian mengganti sasaran dengan menyerang provinsi Kōzuke. Perlawanan Nagano Narimasa membakar semangat bertempur Shingen, tapi Narimasa keburu meninggal karena sakit. Pasukan Takeda berhasil menguasai bagian barat Kōzuke setelah berturut-turut menaklukkan Istana Minowa,Istana Kuragano dan Istana Sōja.
Penaklukan Kyoto Hingga Wafat
Pada tahun 1560, Oda Nobunaga dan pasukannya berhasil membunuh Imagawa Yoshimoto yang merupakan sekutu klan Takeda. Klan Imagawa mulai kelihatan melemah dengan terbunuhnya Imagawa Yoshimoto sehingga Shingen memutuskan untuk membatalkan persekutuan dengan klan Imagawa dan menyerang masuk ke provinsi Suruga. Putra pewaris Shingen yang bernamaTakeda Yoshinobu menentang rencana ini dan memimpin pemberontakan melawan kekuasaan ayahnya. Pada tahun 1565, pembantu terdekat Takeda Yoshinobu yang bernama Obu Toramasa dipaksa melakukan seppuku, sedangkan Takeda Yoshinobu dicabut haknya sebagai pewaris kekuasaan klan Takeda dan dipaksa melakukan bunuh diri.
Penyerangan ke provinsi Suruga yang dinanti-nanti Takeda Shingen akhirnya bisa dimulai pada tahun 1568. Pasukan Takeda Shingen bisa memasuki wilayah Sunpu setelah berhasil mengalahkan pasukan Ogi Kiyotaka di gunung Matsuno dan pasukan Imagawa Ujizane di gunung Satta.
Pasukan Takeda kemudian harus berhadapan dengan pasukan gabungan Hōjō Ujiyasu dan Hōjō Ujimasa yang datang membantu pasukan klan Imagawa. Pada waktu itu klan Hōjō bersekutu dengan Uesugi Kenshin, sehingga Shingen menarik pasukannya kembali ke Kai. Pada bulan Oktober 1569, pasukan Takeda kembali menyerang klan Hōjō. Markas klan Hōjō di Istana Odawarakali ini berhasil dikepung oleh pasukan Takeda. Shingen kembali harus memerintahkan pasukannya untuk mundur dari Istana Odawara. Pasukan Hōjō yang dipimpin oleh Hōjō Ujiteru dan Hōjō Ujikuni segera melakukan pengejaran terhadap pasukan Takeda, tapi pihak yang mengejar justru dikalahkan dalam Pertempuran Mimasetōge. Dengan berhasil ditaklukkannya pasukan Hōjō, Takeda Shingen berhasil menganeksasi provinsi Suruga pada tahun 1570.
Pada waktu itu wilayah kekuasaan klan Takeda sudah mencakup provinsi Kai, Shinano, Suruga, Kōzuke, Tōtōmi, Mikawa dan sebagian Mino. Penaklukan wilayah kekuasaan klan Tokugawa merupakan langkah berikut Takeda Shingen. Pada tahun 1571 setelah Hōjō Ujiyasu meninggal karena sakit, putranya yang bernama Hōjō Ujimasa membatalkan persekutuan dengan Uesugi Kenshin dan kembali menjalin persekutuan dengan Takeda Shingen. Ujimasa konon menjalankan kata terakhir dari ayahnya Hōjō Ujiyasu agar memutuskan hubungan dengan Kenshin dan bersekutu dengan Shingen.
Pada bulan Oktober 1572, Shingen melakukan penyerangan atas provinsi Tōtōmi dan merebut secara berturut-turut istana milik Tokugawa seperti Istana Futamata sebagai jawaban atas undangan dari shogun Ashikaga Yoshiaki. Shingen sudah lama menanti-nanti kesempatan bertugas di Kyoto. Pada bulan Desember 1572, pasukan gabungan Oda Nobunaga dan Tokugawa Ieyasu berhasil ditaklukkan oleh Pasukan Takeda dalam Pertempuran Mikatagahara.
Pada saat itu, Asakura Yoshikage sedang menggelar pasukan sejumlah 15.000 prajurit di bagian utara provinsi Ōmi untuk membantu Azai Nagamasa yang diserang pasukan Oda Nobunaga. Ketika Shingen sedang merayakan kemenangan atas pasukan Nobunaga-Ieyasu, pasukan Asakura Yoshikage yang sedang mempertahankan wilayah kekuasaan Azai secara tiba-tiba ditarik pulang ke markasnya di Echizen. Takeda Shingen menjadi sangat marah mendengar berita penarikan mundur pasukan Ashikage. Takeda Shingen berada di bawah Oda Nobunaga dalam soal kokudaka yang menentukan jumlah prajurit yang dapat direkrut. Gerak pasukan Takeda bisa terhambat tanpa adanya pasukan Yoshikage yang memecah kekuatan pasukan Tokugawa Ieyasu dan Oda Nobunaga. Shingen lalu menulis surat yang meminta agar Yoshikage menggelar kembali pasukan yang ternyata tidak ditanggapi. Surat ini kemudian dikenal sebagai Dokumen Inō. Yoshikage Asakura Yoshikage bersikeras untuk mempertahankan pasukan di Echizen walaupun sudah dibujuk oleh para daimyo yang tergabung pada koalisi anti Nobunaga agar Yoshikage mau bekerjasama dengan Shingen.
Langkah berikut Takeda Shingen adalah penaklukan provinsi Mikawa. Pada bulan Februari 1573, Shingen berhasil merebut Istana Noda dalam pertempuran yang kemudian dikenal sebagai Pertempuran Istana Noda. Keadaan kesehatan Takeda Shingen makin menurun setelah Pertempuran Istana Noda berakhir. Pengobatan Shingen ternyata tidak berhasil sehingga pasukan harus ditarik mundur pada pertengahan bulan Maret. Pada tanggal 12 April 1573, sewaktu memimpin pasukan dalam perjalanan pulang ke Kai, Takeda Shingen wafat pada usia 53 tahun di Komanba, provinsi Shinano.
Takeda Shingen meninggalkan buku jurnal dan strategi militer berjudul "Kōyō gunkan" yang di dalamnya tertulis pesan terakhir yang berbunyi "Ashita wa seta ni hata o tateyo" Seta adalah tempat di bagian selatan danau Biwa yang menurut pandangan orang pada zaman itu merupakan pintu gerbang ke Heian kyō. Menurut catatan lain, Takeda Shingen dalam pesan terakhirnya meminta para pengikutnya untuk merahasiakan kematian dirinya selama 3 tahun.
Puisi kematian yang ditulis Shingen berbunyi Taiteiwa, chi ni makasete, kikotsu eshi, kōfun o nurazu, mizukara fūryū Lokasi makam Takeda Shingen di kuil Erinji (sekarang terletak di kota Kōshū, Prefektur Yamanashi).


0 Comments:

Post a Comment



Older Post Home